MEDITASI
(Dokumen Pribadi)
Sejatinya di dalam hidup terdapat sejenis warna baru bernama “paradoks”. Seperti siang hari yang terik dan ramai oleh interaksi, jauh di dalam labirin pikiranku rasa sepi itu nyata. Tatkala malam yang khas dengan heningnya datang, tak jarang segalanya berganti terang. Semakin hari rasanya semakin banyak yang hilang. Siklus kah? Atau justru sirkus? Semuanya perlahan berubah meski diri yang dibayangi ego enggan untuk menerimanya. Kini aku sudah besar! Umurku kian bertambah. Tak bisa diriku terus berhalusinasi bahwa aku masih seorang anak kecil – meski aku masih begitu menginginkannya. Sukar rasanya menjadi orang dewasa. Lelah karena terlalu terarah. Tak mudah untuk tetap menjadi sosok idealis di tengah keadaan yang gemar memaksa untuk berpikir dan bertindak realistis. Pertanyaan-pertanyaan yang terasa polos padahal berat jawabannya seperti “kenapa aku dilahirkan?” sering terlintas dan menjelma utas tak tahu batas. Bahkan aku, hingga belakangan ini menjadikan pertanyaan filosofis semacam itu sebagai kegemaran. Rasanya seperti cambuk yang memaksaku untuk terus memikirkan jawabannya. Akankah aku hidup sia-sia sementara seharusnya aku menjadi debu saja? Terlahir dalam wujud manusia rasanya seperti bumerang jika aku menjalaninya tanpa makna dan memberi makna. Jujur aku kesulitan. Tapi aku akan selalu berusaha sampai waktunya nanti Semesta berkata “sudah saatnya kau berhenti”.
Komentar
Posting Komentar